A. Tradisi Sejarah Masa Pra Aksara
a. Zaman Batu Tua (Paleolitikum)
1. Kebudayaan Pacitan
Pada tahun 1935, Von Koenigswald mengumpulkan aIat-alat Pacitan dinamakan Budaya “komplek kapak perimbas”. Kemudian digolongkan menjadi kapak perimbas, kapak penetak, pahat genggam, proto kapak genggam, alat serpih, batu intl dan aneka ragam alat-alat lain. Cini-cirinya: bentuk besar, masif, dan kasar pembuatannya. ku!it batu masih rnelekat, terutama pada bagian yang dipegang, tajamnya berliku-liku.
Movius menggolongkan budaya Pacitan ini rnenjadi 4 yaitu: kapak penimbas (chopper), kapak penetak (chopping tool), pahat genggam (handaxe), dan proto kapak genggam (proto had axe). Sedang Heekeren membagi menjadi 3 yaitu : jenis seterika, kura-kua, dan serut.
2. Kebudayaan Ngandong
Di daerah Ngandong dan Sidonejo (dekat Ngawi) banyak ditemukan alat-alat dan tulang, tanduk menjangan, dan dun ikan pari. Alat-alatnya berupa belati, semacam alat penusuk yang berfungsi sebagai alat untuk mengorek ubi dan keladi dan dalam tanah kemudian mata tombak, sudip, pisau, alat-alat serpih yang menunjukkan bahwa alat tersebut berfungsi sebagai alat untuk berburu, menangkap ikan, dan mengumpulkan makanan.
b. Zaman Batu Tengah (Mesolitikum)
Kebudayaan Mesolitikum bekasnya banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores. Jenisnya berupa:
1. Kapak Sumatra(pebble culture) berbentuk lonjong, bulat, dan lancip.
2. Tradisi serpih bilah (flakes culture).
Van Heekeren mengadakan penelitian di Karassa, Panameanga, Pattae membedakan menjadi 3 lapis kebudayaan:
a) Toala I atau Toala Atas: berupa mata panah bersayap dan bergerigi, serut kerang dan gerabah.
b) Toala II atau Toala Tengah: bilah, mata panah berpangkal bundar dan alat-alat mikrolit.
c) Toala Ill atau Toala Bawah: serpih dan bilah yang agak besar di antaranya ada serpih berujung cekung dan serpih bergagang.
3. Kjokken modinger atau gua-gua batu karang.
Berupa bukit yang berasal dan tumpukan sampah dapur yang berupa kulit kerang, banyak didapatkan di Langsa (Aceh) dan Medan.
4. Pipisan berupa batu-batu penggiling beserta landasannya.
Pipisan ini rupanya tidak hanya untuk menggiling makanan, tetapi juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah yang dimaksudkan agar bertambah kekuatannya dan tambah tenaga hidupnya.
5. Abris Sous Roche adalah gua yang dipakai sebagai tempat tinggal, ditemukan oleh Van Szein Callenfels di gua lawa (Ponorogo Madiun).
6. Alat-alat tulang (bone culture) berupa serpih bilah sederhana, mata panah dan batu bersayap, alu, lesung batu, dan perhiasan dan kulit kerang, dikenaijuga pakaian dan kulit kayu.
c. Zaman Batu Baru (Neolitikum)
1. Kapak persegi dalam berbagai ukuran dan keperluan.
Yang besar disebut beliung atau pacul, sedang yang kecil disebut tarah. Berfungsi untuk mengerjakan kayu. Terbuat dan batu kalsedon. Bentuknya semua sama agak melengkung sedikit dan diberi tangkai yang diikatkan kepada tempat Iengkung. Banyak ditemukan di Jawa, Bali, Sumatra, Maluku, dan Sulawesi.
2. Kapak Bahu.
Ditemukan di Minahasa.
3. Kapak Lonjong.
Sering dinamakan Neolitikum Papua. Ukuran besar dinamakan Walzenbeil sedang yang kecil bernama Kleinbeil. Bentuknya lonjong dengan pangkal agak runcing dan melebarpada bagian tajam. Bentuk yang kecil sebagai benda pusaka. Sampai sekarang tradisi ini masih terjadi di Irian.
d. Zaman Batu Besar (Megalitikum)
1) Menhir : Bentknya seperti tilang atau tugu yang terbuat dari batu tunggal. Menhir didirika untuk upacara menghormat roh nenek moyang.Menhir ditemukan di berbagai tempat di Indonesia. Misalnya di Sumatra Selatan,Sulawesi Tengah, dan Kalimantan.
2) Dolmen
Bentuknya seperti meja batu, fungsi Dolmen adalah sebagai tempat untuk meletakkan sesaji, tetapi ada juga Dolmen yang dibawahnya digunakan sebagai makam. Dolmen banyak ditemukan di daerah Jawa Timur, Terutama di Bondowoso
3) Sarkofagus atau Keranda
Batu besar yang dinentuk seperti lesung dan diberitutup batu. Fungsinya sebagai peti mati. Sarkofagus banyak ditemukan di Bali. Di sana sampai sekarang sarkofags masih dianggap keramat dan dianggap mengandung sesuatu kekuatan magis.
Gambar sarkofagus yang ditemukan di Tegalallang, Bali, Wadah dan Tutup dipisahkan
4) Kubur Batu
Adalah tempat penguburan yang dinding, alas dan tutupnya terbuat dari kepingan (lempengan) batu lebar (papan batu). Kubur batu banyak ditemukan di Kuningan, Jawa Barat
5) Waruga
Adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat, biasanya dari batu utuh, dengan tutup berbentuk atap rumah.
6) Punden Berundak
Bangunan dari batu yang disusun bertingkat-tingkat. Biasanya pada punden berundak-undak juga didirikan menhir. Fungsinya merupakan tempat pemujaan arwah nenek moyang. Bangunan ini ditemukan di Lebak Sibeduk, Banten Selatan.
7) Arca
Arca megalit menggambarkan binatang atau manusia. Binatang yang digambarkan terutama gajah, harimau, kerbau, dan monyet. Arca megalit banyak ditemukan di Sumatra Selatan, Lampung, dan Jawa Tengah
B. Ciri-ciri Masyarakat Pra Aksara
No
|
Masa
|
Keadaan Lingkungan
|
Keberadaan manusia
|
Tingkat teknologi
|
Kehidupan Sos - Bud
|
1
|
Berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
|
Hidup berkelompok dan jumlahnya tidak terlalu banyak, mereka selalu berpindah2 mencari daerah baru.
|
Meganthropus, phite canthropus erectus, homo.
|
Mengutamakan segi praktis sesuai dengan tujuan penggunaanya.
|
Menggantu-ngkan kehidupann-ya pada kondisi alam.
|
2
|
Berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
|
Hewan yg semula bergerak leluasa menjadi lebih sempit dan terbatas.
|
Ada dua ras yang mendiami Indonesia, yakni Austromelanes-oid dan Mongoloid.
|
Ada tiga tradisi pokok pembuatan alat2yakni tradisi serpih bilah, tradisi alat tulang, dan tradisi kapak genggam Sumatera.
|
Mendiami gua – gua payung yang dekat dengan sumber air sebagai sumber makanan.
|
3
|
Bercocok tanam
|
Masyarakat menetap di suatu tempat dan mereka mampu mengolah alam.
|
Mendapat pengaruh besar dari ras mongoloid.
|
Masyarakat mahir mengasah alat dari batu.
|
Masyarakat mulai bergotong royong untuk mendirikan rumah dan membersihk-an saluran air.
|
4
|
Perundagian
|
Masyarakat menghasilkan bahan makanan sendiri.
|
Sudah mulai aktivitas perdagangan.
|
Teknologi pada masa ini beraneka ragam, yaitu teknologi peleburan, percampuran, penempaan, dan pencetakan.
|
Kehidupan pada masa ini penuh rasa setia kawan. Seni ukir dan seni hias diterapkan pada benda – bemda mengalitik mengalami kemajuan pesat.
|
Jenis – jenis manusia purba di Indonesia
Jenis
|
Penemu
|
Bagian yang di temukan
|
Tempat
|
Tahun
|
Pithecanthropua Erectus
|
Eugene Dobuis
|
Fosil tengkorak
|
Trinil
|
1890
|
Meganthropus Paleojavanicus atau
Homo Soloensis
|
Ter Haar, dan Von Koenigswald
|
Fosil rahang bawah yang sangat besar
|
Ngandong
|
1936 - 1941
|
Homo Mojokertensis
|
Tjokrohandojo dan Duifjes
|
Fosil – fosil manusia purba
|
Perning, Mojokerto, dan Sangiran
|
1937
|
Homo Wajakensis
|
Van Reictshotten
|
Fosil tengkorak
|
Wajak
|
1889
|
Homo Sapiens
|
Merupakan perkembangan dari jenis manusia sebelum-nya dan telah menunjukkan bentuk seperti manusia pada masa sekarang. Fosil jenis manusia ini ditemukan di beberapa daerah di Indonesia.
|
--
|
Prof. Dr. Teuku Jacob
|
13 buah fosil
|
Sambungmacan
|
1973
|
FOLKLORE
Kata folklor merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris folkore. Kata tersebut merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes kata Folk berarti sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok sosial lainnya.Ciri-ciri pengenal itu antara lain berupa : Warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama.
Agar dapat membedakan foklor dengan kebudayaan lainnya, maka harus diketahui ciri-ciri pengenal utama folklor yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
- Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu melalui tutur kata dari mulut ke mulut dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Foklor bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
- Foklor berkembang dalam versi-versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan penyebarannya secara lisan sehingga foklor mudah mengalami perubahan. Akan tetapi bentuk dasarnya tetap bertahan.
- Foklor bersifat anonim, artinya pembuatnya sudah tidak diketahui lagi orangnya.
- Foklor biasanya mempunyai bentuk berpola. Kata-kata pembukanya misalnya Menurut sahibul hikayat…(menurut yang empunya cerita) atau dalam bahasa Jawa misalnya dimulai dengan kalimat Anuju sawijining dina(pada suatu hari).
- Foklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan kolektif. Cerita rakyat misalnya berguna sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan cerminan keinginan terpendam.
- Foklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri ini terutama berlaku bagi foklor lisan dan sebagian lisan.
- Foklor menjadi milik bersama (colective) dari kolektif tertentu.
- Foklor pada umumnya bersifat lugu atau polos, sehingga seringkali kelihatannya kasar atau terlalu sopan. Hal ini disebabkan banyak foklor merupakan proyeksi (cerminan) emosi manusia yang jujur.
Sehubungan dengan pembagian kebudayaan itu, maka Jan Harold Brunvand, seorang ahli foklor Amerika Serikat, membagi foklor ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya sebagai berikut :
a. Folklore lisan (verbal foklore). Foklor jenis ini dikenal juga sebagai fakta mental (mentifact) meliputi :
- Bahasa rakyat seperti logat bahasa (dialect),slang, bahasa tabu, onomatis.
- Ungkapan tradisional seperti peribahasa dan sindiran.
- Pertanyaan tradisonal yang dikenal sebagai teka-teki.
- Sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan syair.
- Cerita prosa rakyat. Menurut William R. Bascom, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke ddalam tiga golongan besar, yaitu : (1) mite (myth), (2) legenda (legend), (3) dongeng (folktale). Seperti Malin Kundang dari Sumatera Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro Jonggrang dari jawa Tengah, Jaya Prana dan Layonsari dari Bali, dan sebagainya.
- Nyanyian rakyat, seperti Jali-jali dari Betawi, Ampar Ampar Pisang dari Kalimantan, Olesio dari Ambon, dan sebagainya.
b. Folklore sebagian lisan (partly verbal foklore). Foklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial (social fact),meliputi :
- Kepercayaan dan takhayul.
- Permainan dan hiburan rakyat setempat.
- Teater rakyat, seperti lenong, ketoprak, ludruk, dan sebagainya.
- Tari rakyat, seperti Tari Tayuban, Doger, Jarang kepang, Ngibing dan sebagainya.
- Adat kebiasaan, seperti gotong royong dalam pembuatan jalan, rumah atau pesta selamatan, khitanan dan sebagainya.
- Upacara tradisional seperti tingkeban, turun tanah, temu manten, dan sebagainya.
- Pesta rakyat tradisional seperti bersih desa sesudah panen, selamatan dan sebagainya.
c. Folklore bukan lisan ( non verbal foklore). Foklor ini juga dikenal sebagai artefak (artifact) meliputi :
- Arsitektur bangunan rumah yang tradisional, seperti Joglo di Jawa, Rumah Gadang di Minangkabau, rumah Betang di Kalimantan, Honay di Papua.
- Seni kerajinan tangan tradisional.
- Pakaian tradisional.
- Obat-obatan rakyat.
- Alat-alat musik tradisional.
- Peralatan dan senjata yang khas tradisional.
- Makanan dan minuman khas daerah.